APA ITU BANK SAMPAH?
Bank Sampah
merupakan konsep pengumpulan sampah kering dan dipilah serta memiliki
manajemen layaknya perbankan tapi yang ditabung bukan uang melainkan
sampah. Warga yang menabung yang juga disebut nasabah memiliki buku tabungan
dan dapat meminjam uang yang nantinya dikembalikan dengan sampah
seharga uang yang dipinjam.Sampah yang ditabung ditimbang dan dihargai dengan sejumlah uang
nantinya akan dijual di pabrik yang sudah bekerja sama.TUJUAN DAN MANFAAT BANK SAMPAH.
Tujuan dibangunnya bank sampah sebenarnya bukan bank sampah itu sendiri.
Bank sampah adalah strategi untuk membangun kepedulian masyarakat agar
dapat ‘berkawan’ dengan sampah untuk mendapatkan manfaat ekonomi
langsung dari sampah. Jadi, bank sampah tidak dapat berdiri sendiri
melainkan harus diintegrasikan dengan gerakan 4R sehingga manfaat
langsung yang dirasakan tidak hanya ekonomi, namun pembangunan
lingkungan yang bersih, hijau dan sehat.
Bank sampah juga dapat dijadikan solusi untuk mencapai pemukiman yang bersih
dan nyaman bagi warganya. Dengan pola ini maka warga selain menjadi
disiplin dalam mengelola sampah juga mendapatkan tambahan pemasukan dari
sampah-sampah yang mereka kumpulkan. Tampaknya pemikiran seperti itu
pula yang ditangkap oleh Kementerian Lingkungan Hidup. September lalu
instansi pemerintah ini menargetkan membangun bank sampah di 250 kota di
seluruh Indonesia. Menteri Negara Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya mengatakan sampah sudah menjadi ancaman yang serius, bila
tidak dikelola dengan baik. Bukan tidak mungkin beberapa tahun mendatang
sekitar 250 juta rakyat Indonesia akan hidup bersama tumpukan sampah di
lingkungannya.
BAGAIMANAKAH
PROSES DAN CARA KERJANYA?
Sama
seperti di bank-bank penyimpanan uang, para nasabah dalam hal ini masyarakat
bisa langsung datang ke bank untuk menyetor. Bukan uang yang di setor, namun
sampah yang mereka setorkan. Sampah tersebut di timbang dan di catat di buku
rekening oleh petugas bank sampah. Dalam bank sampah, ada yang di sebut dengan
tabungan sampah.
Hal ini
adalah cara untuk menyulap sampah menjadi uang sekaligus menjaga kebersihan
lingkungan dari sampah khususnya plastik sekaligus bisa dimanfaatkan kembali (reuse).
Biasanya akan di manfaatkan kembali dalam berbagai bentuk seperti tas, dompet,
tempat tisu, dan lain-lain. Syarat sampah yang dapat di tabung adalah yang rapi
dalam hal pemotongan. Maksudnya adalah ketika ingin membuka kemasannya,
menggunakan alat dan rapi dalam pemotongannya. Kemudian sudah di bersihkan atau
di cuci.
Yang
terakhir, harus menyetorkan minimal 1 kg. Ada dua bentuk tabungan di bank
sampah. Yang pertama yaitu tabungan rupiah di mana tabungan ini di khususkan
untuk masyarakat perorangan. Dengan membawa sampah kemudian di tukar dengan
sejumlah uang dalam bentuk tabungan.
Beberapa
contoh kemasan plastik yang dapat di tukar yaitu menurut kualitas plastiknya.
Kualitas ke 1 yaitu plastik yang sedikit lebar dan tebal (karung beras,
detergen, pewangi pakaian, dan pembersih lantai). Kualitas ke 2 yaitu plastik
dari minuman instan dan ukurannya agak kecil (kopi instan, suplemen, minuman
anak-anak, dan lain-lain). Kualitas ke 3 yaitu plastik mie instan. Kemudian
kualitas ke 4 yaitu botol plastik air mineral. Yang paling rendah yaitu
kualitas 0 adalah bungkus plastik yang sudah sobek atau tidak rapi dalam
membuka kemasannya. Karena akan susah untuk di gunakan kembali dalam berbagai
bentuk seperti tas, dompet, tempat tisu, dan lain-lain. Untuk kualitas yang
terakhir, harus di setor dalam bentuk guntingan kecil-kecil (di cacah).
Tas Unik Dari Karung Beras |
Bentuk
tabungan sampah yang kedua di sebut tabungan lingkungan. Tabungan lingkungan
adalah partisipasi perusahaan dan kalangan bisnis untuk pelestarian lingkungan.
Tabungan ini tidak dapat di uangkan, tetapi nasabahnya akan di publish
ke media sebagai perusahaan atau kalangan bisnis yang melestarikan lingkungan.
Lebih lanjut akan di berikan piagam BUMI setiap hari lingkungan hidup.
Inilah salah satu alternatif untuk memecahkan
masalah sampah dan ikut berpartisipasi melestarikan lingkungan. Yang pada
akhirnya berdampak baik untuk bumi ini. Sekecil apa pun yang kita lakukan untuk
bumi ini, pasti akan berdampak besar bagi kelangsungan bumi itu sendiri.
Bagaimana cara menjalankan Sistem Bank
Sampah ?
Semua berawal dari pemilahan sampah.
Syaratnya, sampah kering, wajib dipilah atau disendirikan menurut jenisnya, sejak dari sumbernya,
yaitu rumah tangga. Maka itulah, tiap rumah wajib memiliki sarana untuk
menampung sampah terpilah. Semacam glangsing, plastik besar atau sejenisnya.
Dalam kurun waktu yang disepakati,
secara rutin, nasabah membawa sampahnya yang sudah terpilah, untuk disetorkan
ke bank sampah. Nasabah adalah warga atau masyarakat yang secara rutin menabung
sampahnya di bank sampah. Selain itu, Ia juga terikat dengan peraturan maupun
kesepakatan yang ada pada sistem bank sampah.
Buku yang dibawa nasabah, saat datang ke bank sampah, adalah Buku Tabungan Nasabah. Buku ini
berisi catatan berapa rupiah jumlah tabungannya di bank sampah, catatan jenis sampah apa saja yang dibawa beserta berat
masing-masing.
Sesampainya di bank sampah, nasabah
akan melalui proses TIGA LANGKAH. Langkah Pertama, nasabah absen terlebih dahulu sekaligus mencatat
jenis sampah apa saja yang dibawa. Kemudian di Langkah Kedua, sampahnya akan ditimbang sesuai
jenis, sembari itu pengurus bank mencatat berat tiap jenis sampah tersebut. Langkah Ketiga, nasabah membawa Buku Tabungannya ke
pengurus bank sampah, untuk dituliskan berapa rupiah sampah yang dihasilkan pada
penjualan saat itu. Di langkah ketiga pula, pada Buku Besar, pengurus
mencatat berapa kilogram dan rupiah yang dihasilkan dari sampah yang ditabung
tiap nasabah.
Proses di bank sampah selesai, nasabah
pulang. Ia pun sudah mengetahui berapa rupiah dan jenis maupun berat sampah
yang ditabung. Begitu juga, data tersebut sudah direkap oleh pengurus di Buku Besar.
Mudah bukan ? Selamat mencoba...
Bank Sampah, Mengubah Pandangan tentang Sampah
Menyimpan sampah, terdengar paradoks.
Sebab sampah adalah sesuatu yang biasanya kita buang. Tapi inilah yang
dilakukan warga Badegan, Bantul, Yogyakarta. Mereka mengumpulkan,
menyimpan lalu bahkan menabung sampahnya.
Pukul 4 sore, warga terlihat berkerumun
di sebuah bangunan sederhana yang berukuran 8 kali 12 meter. Lantainya
tanah, tanpa pintu dan jendela. Di tembok tak bercat terpampang spanduk
besar bertuliskan Bank Sampah Gemah Ripah. Sedangkan di kiri kanan
dinding tertempel tulisan ajakan membuang sampah dan tumpukan puluhan
kantong sampah. Mereka yang berkumpul adalah nasabah bank sampah gemah
ripah. Bukan bank biasa, tidak ada lantai keramik, perangkat komputer
maupun petugas berseragam.
Ismiyati dan beberapa warga menunggu
dalam antrian sambil ngobrol di depan meja petugas bank. Tangannya
menenteng 2 kantong berisi sampah kertas dan plastik yang sudah dipilah.
Ismiyati disambut Galuh dan Sita, dua petugas bank yang biasa disebut
teller. Ismiyati lalu menyerahkan tabungannya. Bukan dalam bentuk uang,
melainkan sampah yang ditentengnya. Dengan cekatan, Galuh menimbang dan
melabeli tas isi sampah itu, sementara Sita mencatat berat sampah di
buku tabungan. Hanya butuh waktu 3 menit, Ismiyati sudah menerima
bukti penyetoran sampah. Semua pencatatan dilakukan dengan tangan.
Setiap kantong sampah milik nasabah atau
penabung diberi label agar tidak tertukar dengan nasabah lain. Kemudian
kantong sampah itu disimpan dalam bilik penyimpanan sampah sesuai
jenisnya. Teller mencatat dan mencocokkan lagi semua penyetoran nasabah
dalam buku besar yang disebut buku induk.
Lalu apa yang terjadi dengan sampah yang
dibawa nasabah ini? Menurut petugas bank Galuh, dalam seminggu sampah
yang terkumpul bisa mencapai 70 kilogram. Sampah ini secara berkala
disetor ke tukang barang rongsokan. Mereka disebut pengepul rosok.
Merekalah nanti yang akan menghitung nilai ekonomis setiap sampah yang
ditabung nasabah. Jadi petugas bank tidak menentukan berapa nilai sampah
nasabahnya. Demikian dijelaskan Galuh.
Memang yang mengetahui nilai sampah
adalah para pengepul rosok. Mereka yang sehari-hari melakukan jual beli
sampah, seperti Nasrulloh. Ia memang harus meluangkan waktu datang ke
bank sampah untuk menaksir nilai sampah tiap nasabah. Tapi sebagai
pedagang, ia juga diuntungkan dengan adanya bank sampah. Baginya, tidak
telalu susah mencari barang.
Tak ada batasan berat sampah yang
ditabung nasabah. Sampah yang dikumpulkan lebih dulu harus dipilah.
Setiap penabung mendapat tiga kantong sampah gratis yang telah diberi
nama dan nomor rekening. Kantong 1 untuk sampah plastik, kantong 2
sampah kertas, dan kantong 3 untuk sampah kaleng dan botol. Jadi sebelum
ditabung, setiap nasabah diharuskan memilah sampah terlebih dahulu
sesuai jenisnya, baik kertas, kaleng dan botol.
Bank Sampah Gemah Ripah dibuka tiga hari seminggu, Senin, Rabu, dan Jumat jam 4 sore hingga 8 malam.
Bagaimana pengalaman para nasabah?
Ismiyati mengaku senang menjadi nasabah bank sampah. Meski pada awalnya
ia merasa malu menenteng sampah untuk ditabung.
Adanya bank sampah menambah kesadaran
warga tentang pengelolaan sampah. Kalau dulu warga membuang sampah
sembarangan saja, karena kesulitan mencari tempat pembuangan resmi. Kata
Ismiyati yang sekarang menjadi nasabah bank sampah.
Gagasan awal pendirian bank sampah ini
datang dari Bambang Suwerda, dosen Politeknik Kesehatan Yogyakarta. Ia
ingin mengubah pandangan masyarakat tentang sampah, bahwa sampah bisa
dimanfaatkan jika dikelola dengan benar.
Pengelolaan bank sampah dilakukan secara sukarela. Petugas teller bank sampah, Galuh dan Sita bekerja tanpa dibayar.
Di bank sampah sekarang ada 10 orang yang
sekarang bertugas. Bank sampah memotong dana 15 persen dari nilai
sampah yang disetor nasabah. Dana itu digunakan untuk membiayai kegiatan
operasional. Berbeda dengan bank biasa, nasabah hanya bisa mengambil
tabungan tiga bulan sekali.
Penggagas bank sampah Bambang Suwerda
menjelaskan mengapa: “Dengan pertimbangan supaya nilai nominal dari para
penabung terutama sampahnya itu besar rupiahnya, kalau diambil tiap
hari itu nanti mungkin lama-lama tidak bersemangat untuk menabung karena
rupiahnya sangat kecil. Tapi dengan jangka menengah ini, Ternyata bisa
mendatangkan income lumayan .”
Di dusun Badegan ada sekitar 600 kepala
keluarga. Sampai sekarang nasabah bank sampah baru 60 orang. Tapi
Bambang Suwerda yakin, jumlah penabung akan bertambah. Memang kesadaran
warga tentang masalah sampah masih rendah. Untuk itu, penjelasan tentang
cara kerja dan gagasan bank sampah sekarang dilakukan secara rutin.
Untuk menjangkau warga yang tinggalnya
jauh, ada sistem pengumpulan komunal. Petugas bank berkeliling mengambil
sampah milik warga dititik yang sudah ditentukan. Tidak semua sampah
yang ditabung nasabah disetor ke tukang rosok. Sebagian di antaranya,
yakni jenis plastik sachet dan gabus, diolah menjadi aneka aksesori
rumah tangga, seperti tas, dompet, hingga rompi, atau pot bunga.
Barang-barang tersebut lalu dijual dengan harga 20 ribu Rupiah.
Bank Sampah Gemah Ripah milik warga
Badegan adalah salah satu alternatif mengajak warga peduli dengan
sampah, yang konsepnya mungkin dapat dikembangkan juga di wilayah lain.